BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan.
Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari
generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan
mengembangkan pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi
harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan
datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai
oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk
membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat
bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga
negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik
penilaian yang sesuai. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak,
maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan untuk membantu anak
dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya
dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang
mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan
anak.
Telah banyak
uraian mengenai pendidikan dan yang berkaiatan dengan pendidikan, akan lebih
jelas menegnai konsep pendidikan akan diuraikan pada makalah ini. Dengan
menarik rumusan masalah sebagai berikut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Definisi Konsep Pendidikan?
2.
Bagaimana Konsep pendidikan Arti Sempit Dan Luas dan
Maha Luas?
3.
Bagaiamana Konsep Pendidikan Menurut Beberapa Tokoh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP PENDIDIKAN
a.
Definisi Konsep
Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep adalah
ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan
yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.
Kaplan
mengemukakan bahwa “a concept is a construct” artinya konsep adalah
sebuah bentuk.[1]Menurut
Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran
orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat
dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Menurut Singarimbun dan Effendi (2009) pengertian
konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat
dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Konsep merupakan
suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan.
Dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita
memakainya.
b.
Konsep Pendidikan
Kleis (1974) memberikan batasan
umum bahwa :
”pendidikan adalah pengalaman yang dengan
pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang
sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi
antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan
proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu
menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok
dalam lingkungannya”.
Proses belajar akan
menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman,
dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan
sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap,
penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu
rangsangan (stimuli).
Orang yakin dan percaya untuk
menanggulangi kemiskinan, cara utama adalah dengan memperbesar jumlah penduduk
yang bersekolah dan terdidik dengan baik. Dengan kata lain, pendidikan
dipandang sebagai jalan menuju kemakmuran.
Sementara itu,
Carter(1996) memberikan definisi pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat
yaitu, suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di
mana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara
berkelanjutan di suatu daerah terletak/ berada di tangan organisasi-organisasi
dalam masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya, bahwa dalam sistem
pengelolaan ini, diberikan kesempatan dan tanggunga jawab dalam melakukan
pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya, di mana masyarakat sendiri
yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan, dan aspirasinya serta masyarakat itu
pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.[2]
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya alam
disuatu tempat di mana masyarakat local di tempat tersebut terlibat secara
aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan,
serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Namun dalam praktiknya banyak ditemui
bentuk-bentuk pengelolaan sepertu ini yang mengalami kepunahan. Dalam kondisi
seperti ini sulit bagi masyarakat lokal untuk mempertahankan bentuk-bentuk
pengelolaan yang murni hanya berbasis pada masyarakat setempat. Pomeroy dan
Williams(1994), mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak
kepentingan baik, baik kepentingan masyarakat, mupun kepentingan pengguna lainnya
adalah konsep coorperative management atau disingkat Co-Management.[3]
Dalam konteks
ini masyarakat (the community) didefinisikan sebagai kelompok orang-orang yang
memiliki fungsi moral tertentu seperti kebaikan, pekerjaan, tempat tinggal,
agama dan nilai-nilai (Renard, 1994 dalam white, 1994). Dalam konsep
Co-Management, masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan
pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam di suatu
kawasan.[4]
B.
KONSEP PENDIDIKAN
ARTI SEMPIT, LUAS DAN MAHA LUAS
a.
Definisi Arti sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan
remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadaphubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.[5]
Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. Tujuan
pendidikan terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertenru. Tujuan
pendidikan adalah mempersatukan hidup.[6]
b.
Definisi Alternatif atau Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga,masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,dan
/atau latihan, yang berlangsung disekolah dan luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah
pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal,
non-formal dan informal disekolah dan luar sekolah, yang berlangsung seumur
hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu,
agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.[7]
Tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan
pendidikan yang bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara
optimal dengan tujaun-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat
memainkan peranannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan
kelompok sosial. Tujuan pendidikan mencakup tujuan-tujuan setiap jenis kegiatan
pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan), tujuan-tujuan satuan
pendidikan sekolah dan luar sekolah dan tujuan-tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup, yang bersifat menunjang
terhadap pencapaian tujuan-tujuan hidup.[8]
c.
Definisi Maha Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu.[9]
Tujuan pendidikan terkandung pada setiap pengalaman
belajar tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan.
Tujuan pendidikan adalah tidak terbatas. Tujuan pendidikan adalah sama dengan
tujuan hidup.[10]
C.
KONSEP PENDIDIKAN PARA AHLI
1.
Konsep Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara adalah perintis kemerdekaan
nasional, perintis pendidikan nasional, dan perintis kebudayaan nasional. Hal
ini karena Ki hajar Dewantara mengembangkan asas-asas sistem pendidikan yang
dapat dipergunakan sebagai dasar dalam hidup kemasyarakatan:
a.
Asas “cultureel nasionalisme” dapat dipakai sebagai
dasar kesatuan bagi bangsa Indonesia yang corak kebudayannya beraneka ragam.[11]
b.
Asas “among” atau “tut wuri andayani”, yang dapat
dipakai sebagai dasar hubungan pihak penguasa dengan rakyat.
c.
Asas “selfbesehikkingrecht”, atau hak untuk menentukan
nasib sendiri;ini adalah pengakuan hak pribadi tiap-tiap orang untuk
mengembangkan secara bebas bakat dan swadayanya.
d.
Asas “demokrasi” yang oleh Ki Hajar Dewantara
diartikan “demokratie met leiderschap”, yaitu bahwa tiap-tiap kebebasan ada
batasnya dan perlu disalurkan dan dipimpin.
e.
Asas “zelf bedruiping”, yaitu membiayai diri sendiri
dari sumber sendiri, yang mengharuskan adanya perhitungan dan kederhanaan.
f.
Asas “kekeluargaan”, yairtu tidak saja berguna bagi
alam pendidikan, tetapi juga bagi penghidupan ekonomi, sosial, dan politik.
g.
Asas “trikon” (konsentrisitas, konvergensi, kontinyu),
yaitu pengakuan bahwa anatara orang-orang dan dunia sekitarnya selalu ada
perimbangan, persatuan dan persambungan.[12]
Berdasarkan
pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang dianut dan hendak
diwujudakan oleh Ki Hajar Dewantara adalah nasionalisme kebudayaan bertikon,
yaitu berakar pada kebudayaan sendiri yang terus berasimilasi dengan
unsur-unsur budaya luar.[13]
Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap
individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang
tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh
keselamatan dalam hidup lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Proses
pembudayaan tersebut bertujuan membangun kehidupan individual dan sosial.[14]
Tujuan personal
pendidikan adalah kokohnya tiang-tiang kemerdekaan hidup dalam diri setiap
individu. Sedangkan tujuan sosial pendidikan adalah membangun secara
bersama-sama oleh segenap individu-individu yang merdeka lahir dan batin, suatu
masyarakat yang berkebudayaan-kebangsaan yang khas berdasarkan
adab-kemanusiaan, sehingga terwujud kehidupan bersama yang tertib-damai, yang
di dalamnya terdapat kemerdekaan pribadi, kebangsaan, dan kemanusiaan yang
seimbang dan seiring sejalan.[15]
Ki hajar
Dewantara adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia, karena merupakan orang
pertama yang mendirikan Perguruan Nasional yang didasarkan pada konsep
pendidikan yang berjiwa nasionalisme Indonesia yang bersifat kultural.
Di samping
itu, beberapa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih tetap dipergunakan
dalam penyelenggaraan pendidikan nsional Indonesia zaman merdeka. Konsep
pendidikan sebagai proses pembudayaan dipergunakan dalam Tap MPR No II/MPR/1988.
Semboyan “tut wuri andayani” dijadikan motto departemen pendidikan dan kebudayaan.
Prinsip mengutamakan pemerataan pendidikan dijadikan dasar pembangunan
pendidikan. Perlunnya sistem pengajaran nasional dijadikan isi salah satu ayat
dari pasal pendidikan dalam UUD 1945.[16]
Tetapi hal
yang terpenting adalah jiwa nasionalisme Ki Hajar Dewanta telah memberi corak
dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia. Karena jasa-jasanya dalam
mengembangkan sisitem pendidikan nasional Indonesia, maka pantas apabila
tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei dijadikan hari pendidikan bagi bangsa
Indonesia, di samping sebagai perintis pendidikan nasional, juga sebagain
perintis kebudayaan nasional, perintis nasional, dan pahlawan nasional.[17]
2. Konsep
Pendidikan Menurut Muhammad Syafei (1896-1966)
Muhammad Syafei mendasrkan konsep pendidikannya pada nasionalisme
dalam arti konsep dan praktek penyelenggaraan pendidiikan INS kayutanam didasarkan
pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai
dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk menguasai
alam. Semangat nasional nasionalismenya dipengaruhi oleh pandangan-pandangan
Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker dan Perhimpunan Indonesia di negeri
Belanda.[18]
Semangat nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa
bangsa belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang
jumlahnya sangat besar. Jelas kiranya bahwa nasionalisme Muhammad Syafei
nasionalisme pragmatis yang didasarkan pada agama, yaitu yang tertuju pada
membangun bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat
untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.[19]
Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu
manusia keluar sebagai sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan
persaingan perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup
lahir dan batin antar bangsa. Di sini tampak bahwa pendidikan berfungsi sebagai
instrumen yang digunakan manuia dalam mengarungi evolusi kehidupan. Manusia
atau kelompok tertentu dalam evolusi kehidupan dapat dapat tersisih dan kalah,
seperti bangsa Indonesia kala itu, karena tingkat kesempurnaan hidup lahir dan
batinnya memang berada pada tingkat yang rendah. Untuk mengatasi hal ini,
meraka membutuhkan pendidikan yang tepat.[20]
Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk
secara terus-menerus kesempurnaan lahir dan batin anak agar anak dapat
mengikuti perkembangan masyarakt yang selalu mengalami perubahan atau kemajuan.
Pemikiran Syafei di atas menyarankan kesempurnaan lahir dan batin yang harus
selalu diperbaharui. Hal ini terungkap dalam pemikiran “bahwa lapangan
pendidikan mesti berubah menurut zamannya, seandainya orang masih beranggapan
bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku sekarang adalah
sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi maka orang atau lembaga yang
berpendirian dan berfikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran”.
Berdasarkan
ini Syafei sampai pada kesimpulan bahwa kesempurnaan lahir dan batin itu
berbentuk manusia yang aktif kreatif dalam memnghadapi lingkungan mereka dan
perubahan masyarakat.[21]
3.
Konsep Pendidikan Menurut John Locke
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke mengemukakan
tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama, pendidikan
bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa).
Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya
membantu menusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan hidup.
Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai
kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan
tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk
memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada
usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan
juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi pribadi
yang dewasa dan bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John
Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral.
Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi manusia yang
baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada
hakekatnya berasal dari pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman
itu bukanlah obyek atau benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan
hanya kesan-kesan pada pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay
Concerning Human Understanding, Locke berpendapat bahwa ide datang
dari dua sumber pengalaman, yaitu pengalaman lahiria (sensation) dan
pengalaman badaniah (reflektion). Kedua pengalaman ini saling menjalin.
Locke melukiskan bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong yang menerima
segala sesuatu dari pengalaman. Materi-materi diperoleh secara pasif melalui
pancaindra dan dengan aktivitas pikiran materi-materi itu disusun menjadi suatu
jaringan pengetahuan yang disebutnya sebagai reflection.
Materi-materi yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita
gagasan-gagasan dari pengalaman lahiriah. Oleh Locke, gagasan-gagasan ini
diberdakan atas gagasan-gagasan tunggal (simple ideas) dan
gagasan-gagasan majemuk (complex ideas). Gagasan-gagasan tunggal muncul
kepada kita melalui pengalaman, tanpa pengolahan secara logis sedangkan
gagasan-gagasan majemuk timbul dari perpaduan gagasan-gagasan tunggal.[22]
4.
Konsep Pendidikan John Dewey
Dewey menjadi sangat terkenal karena
pandangan-pandangannya tentang filfsafat pendidikan. Pandangan-pandangan yang
dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika.
Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai
mengkritik tentang sistem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi.
Sekarang ini, pandangannya tidak berlaku di Amerika tetapi juga di banyak
negara lain di seluruh dunia.
Bagi Dewey, kehidupan
masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan
hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa
ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya
pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai
yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu
keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara
sistematis dalam bentuk aturan sosial politik.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan
akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung
menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip
demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan
pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir
kreatif menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama
untuk merencanakan dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti
sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa
untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan
melaksanakan rencana tersebut.
Dewey sangat menganggap penting pendidikan
dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan
dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan pembentukan
kemampuan inteligensi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan
pentingnya penghormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari
setiap orang. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat.
Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang
demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat
diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang
baru.[23]
5.
Konsep Pendidikan Menurut UU Sistem Pendidikan
Nasioanal
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 pada bab I tentang Ketentuan Umun pasal 1 ayat 1, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pada ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[24]
Pada bab II tentang Dasar, Fungsi
dan Tujuan Pasal 2, Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu pada Pasal 3 disebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.[25]
Tujuan pendidikan nasional dirumuskan dengan dasar misi dan visi pendidikan
sebagai berikut:
Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan manusia indonesia sesuai dengan
falsafah pancasila, menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
yang Maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni,memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki ketrampilan hidup yang berharkat
dan bermartabat, memiliki jiwa yang mantap dan mandiri serta memiliki tanggung
jawa kemasyarakatan dan rasa kebangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsa
yang cerdas.
Tujuan pendidikan nasional tersebut diupayakan dicapai melalui usaha dari
semua pihak secara sinergis baik yang berkepentingan atau mereka yang
bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan nasional. Selanjutnya
berdasarkan tujuan yang telah
dicanangkan maka segera disusun langkah strategi pembangunan pendidikan
dalam lanhkah kongkrit dan komprehensif.[26]
Strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
1.
Pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan.
2.
Pelaksanaan wajib belajar.
3.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
4.
Penyelenggaraan sistem pendidikan yang terbuka.
5.
Peningkatan profesionalisme tenaga pendidikan.
6.
Penyediaan sarana belajar yang mendidik.
7.
Pembiayaan pendidikan yang berkeadilan.
8.
Pemberdayaan peran serta masyarakat.
9.
Evaluasi dan akreditasi pendidikan secara independen.[27]
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan
sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan
bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian
kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup
lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Proses pembudayaan tersebut
bertujuan membangun kehidupan individual dan sosial.
lapangan pendidikan mesti berubah menurut zamannya,
seandainya orang masih beranggapan bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang
berlaku sekarang adalah sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi maka orang
atau lembaga yang berpendirian dan berfikir demikian telah jauh menyimpang dari
kebenaran.
Tujuan
personal pendidikan adalah kokohnya tiang-tiang kemerdekaan hidup dalam diri setiap
individu. Sedangkan tujuan sosial pendidikan adalah membangun secara
bersama-sama oleh segenap individu-individu yang merdeka lahir dan batin, suatu
masyarakat yang berkebudayaan-kebangsaan yang khas berdasarkan
adab-kemanusiaan, sehingga terwujud kehidupan bersama yang tertib-damai, yang
di dalamnya terdapat kemerdekaan pribadi, kebangsaan, dan kemanusiaan yang
seimbang dan seiring sejalan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdulhak, Ishak., Suprayogi, ugi,.Penelitian
Tindakan dalam Pendidikan Nonformal, 2013, Jakarta: Rajawali Pers.
Jumali, Surtikanti, dkk., Landasan Pendidikan. 2008. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Mudyahardjo, Redja.,Pengantar
pendidikan. 2013. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sudjana S.,
D., Pendidikan Nonformal (Nonformal Education). 2004. Bandung: Falah
Production.
Undang-Undang
Sisdiknas: Sistem Pendidikan Nasional.2012.
Bandung: Fokusindo Mandiri.
Mirnawati,
Pemikiran
Para Ahli Tentang Pendidikan (Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar
Dewantara. Diakses pada situs (http://senjaplb.blogspot.com/2013/07/pemikiran-para-ahli-tentang-pendidikan.html), 19/11/2014.
[1] D. Sudjana S., Pendidikan Nonformal
(Nonformal Education), (Bandung: Falah Production, 2004), h. 14
[2]Ishak
Abdulhak, Ugi Suprayogi., Penelitian Tindakan dalam Pendidikan Nonformal, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 23
[3]Ibid,
h. 24
[4]Ibid,.
[5] Redja
Mudyahardjo, Pengantar pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 6
[22] Mirnawati, Pemikiran
Para Ahli Tentang Pendidikan (Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar
Dewantara. Diakses pada situs (http://senjaplb.blogspot.com/2013/07/pemikiran-para-ahli-tentang-pendidikan.html), 19/11/2014.
[26] Jumali,
Surtikanti, dkk., Landasan Pendidikan,(Surakarta:
Muhammadiyah University Press. 2008), h. 63
No comments:
Post a Comment