Wednesday 19 October 2016

KONSEP PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan budaya dan meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan mengembangkan pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Telah banyak uraian mengenai pendidikan dan yang berkaiatan dengan pendidikan, akan lebih jelas menegnai konsep pendidikan akan diuraikan pada makalah ini. Dengan menarik rumusan masalah sebagai berikut.
B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana Definisi Konsep Pendidikan?
2.      Bagaimana Konsep pendidikan Arti Sempit Dan Luas dan Maha Luas?
3.      Bagaiamana Konsep Pendidikan Menurut Beberapa Tokoh?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP PENDIDIKAN
a.       Definisi Konsep
Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.
 Kaplan mengemukakan bahwa “a concept is a construct” artinya konsep adalah sebuah bentuk.[1]Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Menurut Singarimbun dan Effendi (2009) pengertian konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama.” Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita memakainya.

b.      Konsep Pendidikan
Kleis (1974) memberikan batasan umum bahwa :
”pendidikan adalah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami seseuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami. Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya”.
Proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli).
Orang yakin dan percaya untuk menanggulangi kemiskinan, cara utama adalah dengan memperbesar jumlah penduduk yang bersekolah dan terdidik dengan baik. Dengan kata lain, pendidikan dipandang sebagai jalan menuju kemakmuran.
Sementara itu, Carter(1996) memberikan definisi pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat yaitu, suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak/ berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya, bahwa dalam sistem pengelolaan ini, diberikan kesempatan dan tanggunga jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya, di mana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan, dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah  suatu sistem pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat di mana masyarakat local di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Namun dalam praktiknya banyak ditemui bentuk-bentuk pengelolaan sepertu ini yang mengalami kepunahan. Dalam kondisi seperti ini sulit bagi masyarakat lokal untuk mempertahankan bentuk-bentuk pengelolaan yang murni hanya berbasis pada masyarakat setempat. Pomeroy dan Williams(1994), mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan baik, baik kepentingan masyarakat, mupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep coorperative management atau disingkat Co-Management.[3]
Dalam konteks ini masyarakat (the community) didefinisikan sebagai kelompok orang-orang yang memiliki fungsi moral tertentu seperti kebaikan, pekerjaan, tempat tinggal, agama dan nilai-nilai (Renard, 1994 dalam white, 1994). Dalam konsep Co-Management, masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam di suatu kawasan.[4]

B.      KONSEP PENDIDIKAN ARTI SEMPIT, LUAS DAN MAHA LUAS
a.       Definisi Arti sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadaphubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.[5]
Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. Tujuan pendidikan terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertenru. Tujuan pendidikan adalah mempersatukan hidup.[6]

b.      Definisi Alternatif atau Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,dan /atau latihan, yang berlangsung disekolah dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non-formal dan informal disekolah dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.[7]
Tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujaun-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat memainkan peranannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial. Tujuan pendidikan mencakup tujuan-tujuan setiap jenis kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan), tujuan-tujuan satuan pendidikan sekolah dan luar sekolah dan tujuan-tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup, yang bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan-tujuan hidup.[8]

c.       Definisi Maha Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.[9]
Tujuan pendidikan terkandung pada setiap pengalaman belajar tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan. Tujuan pendidikan adalah tidak terbatas. Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup.[10]

C.    KONSEP PENDIDIKAN PARA AHLI
1.      Konsep Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara adalah perintis kemerdekaan nasional, perintis pendidikan nasional, dan perintis kebudayaan nasional. Hal ini karena Ki hajar Dewantara mengembangkan asas-asas sistem pendidikan yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam hidup kemasyarakatan:
a.       Asas “cultureel nasionalisme” dapat dipakai sebagai dasar kesatuan bagi bangsa Indonesia yang corak kebudayannya beraneka ragam.[11]
b.      Asas “among” atau “tut wuri andayani”, yang dapat dipakai sebagai dasar hubungan pihak penguasa dengan rakyat.
c.       Asas “selfbesehikkingrecht”, atau hak untuk menentukan nasib sendiri;ini adalah pengakuan hak pribadi tiap-tiap orang untuk mengembangkan secara bebas bakat dan swadayanya.
d.      Asas “demokrasi” yang oleh Ki Hajar Dewantara diartikan “demokratie met leiderschap”, yaitu bahwa tiap-tiap kebebasan ada batasnya dan perlu disalurkan dan dipimpin.
e.       Asas “zelf bedruiping”, yaitu membiayai diri sendiri dari sumber sendiri, yang mengharuskan adanya perhitungan dan kederhanaan.
f.       Asas “kekeluargaan”, yairtu tidak saja berguna bagi alam pendidikan, tetapi juga bagi penghidupan ekonomi, sosial, dan politik.
g.      Asas “trikon” (konsentrisitas, konvergensi, kontinyu), yaitu pengakuan bahwa anatara orang-orang dan dunia sekitarnya selalu ada perimbangan, persatuan dan persambungan.[12]
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang dianut dan hendak diwujudakan oleh Ki Hajar Dewantara adalah nasionalisme kebudayaan bertikon, yaitu berakar pada kebudayaan sendiri yang terus berasimilasi dengan unsur-unsur budaya luar.[13]
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Proses pembudayaan tersebut bertujuan membangun kehidupan individual dan sosial.[14]
Tujuan personal pendidikan adalah kokohnya tiang-tiang kemerdekaan hidup dalam diri setiap individu. Sedangkan tujuan sosial pendidikan adalah membangun secara bersama-sama oleh segenap individu-individu yang merdeka lahir dan batin, suatu masyarakat yang berkebudayaan-kebangsaan yang khas berdasarkan adab-kemanusiaan, sehingga terwujud kehidupan bersama yang tertib-damai, yang di dalamnya terdapat kemerdekaan pribadi, kebangsaan, dan kemanusiaan yang seimbang dan seiring sejalan.[15]
Ki hajar Dewantara adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia, karena merupakan orang pertama yang mendirikan Perguruan Nasional yang didasarkan pada konsep pendidikan yang berjiwa nasionalisme Indonesia yang bersifat kultural.
Di samping itu, beberapa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih tetap dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan nsional Indonesia zaman merdeka. Konsep pendidikan sebagai proses pembudayaan dipergunakan dalam Tap MPR No II/MPR/1988. Semboyan “tut wuri andayani” dijadikan motto departemen pendidikan dan kebudayaan. Prinsip mengutamakan pemerataan pendidikan dijadikan dasar pembangunan pendidikan. Perlunnya sistem pengajaran nasional dijadikan isi salah satu ayat dari pasal pendidikan dalam UUD 1945.[16]
Tetapi hal yang terpenting adalah jiwa nasionalisme Ki Hajar Dewanta telah memberi corak dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia. Karena jasa-jasanya dalam mengembangkan sisitem pendidikan nasional Indonesia, maka pantas apabila tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei dijadikan hari pendidikan bagi bangsa Indonesia, di samping sebagai perintis pendidikan nasional, juga sebagain perintis kebudayaan nasional, perintis nasional, dan pahlawan nasional.[17]
2. Konsep Pendidikan Menurut Muhammad Syafei (1896-1966)
Muhammad Syafei mendasrkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan praktek penyelenggaraan pendidiikan INS kayutanam didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk menguasai alam. Semangat nasional nasionalismenya dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker dan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.[18] Semangat nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Jelas kiranya bahwa nasionalisme Muhammad Syafei nasionalisme pragmatis yang didasarkan pada agama, yaitu yang tertuju pada membangun bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.[19]
Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Di sini tampak bahwa pendidikan berfungsi sebagai instrumen yang digunakan manuia dalam mengarungi evolusi kehidupan. Manusia atau kelompok tertentu dalam evolusi kehidupan dapat dapat tersisih dan kalah, seperti bangsa Indonesia kala itu, karena tingkat kesempurnaan hidup lahir dan batinnya memang berada pada tingkat yang rendah. Untuk mengatasi hal ini, meraka membutuhkan pendidikan yang tepat.[20]
Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk secara terus-menerus kesempurnaan lahir dan batin anak agar anak dapat mengikuti perkembangan masyarakt yang selalu mengalami perubahan atau kemajuan. Pemikiran Syafei di atas menyarankan kesempurnaan lahir dan batin yang harus selalu diperbaharui. Hal ini terungkap dalam pemikiran “bahwa lapangan pendidikan mesti berubah menurut zamannya, seandainya orang masih beranggapan bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku sekarang adalah sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi maka orang atau lembaga yang berpendirian dan berfikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran”.
Berdasarkan ini Syafei sampai pada kesimpulan bahwa kesempurnaan lahir dan batin itu berbentuk manusia yang aktif kreatif dalam memnghadapi lingkungan mereka dan perubahan masyarakat.[21]

3.      Konsep Pendidikan Menurut John Locke
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke mengemukakan tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama, pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan hidup.
 Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral. Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem pemerintahan yang ada.
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada hakekatnya berasal dari pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah obyek atau benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesan pada pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, Locke berpendapat bahwa ide datang dari dua sumber pengalaman, yaitu pengalaman lahiria (sensation) dan pengalaman badaniah (reflektion). Kedua pengalaman ini saling menjalin. Locke melukiskan bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong yang menerima segala sesuatu dari pengalaman. Materi-materi diperoleh secara pasif melalui pancaindra dan dengan aktivitas pikiran materi-materi itu disusun menjadi suatu jaringan pengetahuan yang disebutnya sebagai reflection. Materi-materi yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari pengalaman lahiriah. Oleh Locke, gagasan-gagasan ini diberdakan atas gagasan-gagasan tunggal (simple ideas) dan gagasan-gagasan majemuk (complex ideas). Gagasan-gagasan tunggal muncul kepada kita melalui pengalaman, tanpa pengolahan secara logis sedangkan gagasan-gagasan majemuk timbul dari perpaduan gagasan-gagasan tunggal.[22]
4.      Konsep Pendidikan John Dewey
Dewey menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandangannya tentang filfsafat pendidikan. Pandangan-pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia mulai mengkritik tentang sistem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Sekarang ini, pandangannya tidak berlaku di Amerika tetapi juga di banyak negara lain di seluruh dunia.
Bagi Dewey, kehidupan  masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
Dewey sangat menganggap penting pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan pembentukan kemampuan inteligensi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya penghormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali yang baru.[23]
5.      Konsep Pendidikan Menurut UU Sistem Pendidikan Nasioanal
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pada bab I tentang Ketentuan Umun pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[24]
Pada bab II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 2, Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.[25]
Tujuan pendidikan nasional dirumuskan dengan dasar misi dan visi pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan manusia indonesia sesuai dengan falsafah pancasila, menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki ketrampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki jiwa yang mantap dan mandiri serta memiliki tanggung jawa kemasyarakatan dan rasa kebangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas.
Tujuan pendidikan nasional tersebut diupayakan dicapai melalui usaha dari semua pihak secara sinergis baik yang berkepentingan atau mereka yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan nasional. Selanjutnya berdasarkan tujuan yang telah  dicanangkan maka segera disusun langkah strategi pembangunan pendidikan dalam lanhkah kongkrit dan komprehensif.[26]
Strategi pembangunan pendidikan nasional meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1.    Pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan.
2.    Pelaksanaan wajib belajar.
3.    Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
4.    Penyelenggaraan sistem pendidikan yang terbuka.
5.    Peningkatan profesionalisme tenaga pendidikan.
6.    Penyediaan sarana belajar yang mendidik.
7.    Pembiayaan pendidikan yang berkeadilan.
8.    Pemberdayaan peran serta masyarakat.
9.    Evaluasi dan akreditasi pendidikan secara independen.[27]
















BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Proses pembudayaan tersebut bertujuan membangun kehidupan individual dan sosial.
lapangan pendidikan mesti berubah menurut zamannya, seandainya orang masih beranggapan bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku sekarang adalah sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi maka orang atau lembaga yang berpendirian dan berfikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran.
Tujuan personal pendidikan adalah kokohnya tiang-tiang kemerdekaan hidup dalam diri setiap individu. Sedangkan tujuan sosial pendidikan adalah membangun secara bersama-sama oleh segenap individu-individu yang merdeka lahir dan batin, suatu masyarakat yang berkebudayaan-kebangsaan yang khas berdasarkan adab-kemanusiaan, sehingga terwujud kehidupan bersama yang tertib-damai, yang di dalamnya terdapat kemerdekaan pribadi, kebangsaan, dan kemanusiaan yang seimbang dan seiring sejalan.







DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, Ishak., Suprayogi, ugi,.Penelitian Tindakan dalam Pendidikan Nonformal, 2013, Jakarta: Rajawali Pers.
Jumali, Surtikanti, dkk., Landasan Pendidikan. 2008. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Mudyahardjo, Redja.,Pengantar pendidikan. 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudjana S., D., Pendidikan Nonformal (Nonformal Education). 2004. Bandung: Falah Production.
Undang-Undang Sisdiknas: Sistem Pendidikan Nasional.2012. Bandung: Fokusindo Mandiri.
Mirnawati, Pemikiran Para Ahli Tentang Pendidikan (Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar Dewantara. Diakses pada situs (http://senjaplb.blogspot.com/2013/07/pemikiran-para-ahli-tentang-pendidikan.html), 19/11/2014.


[1]  D. Sudjana S., Pendidikan Nonformal (Nonformal Education), (Bandung: Falah Production, 2004), h. 14
[2]Ishak Abdulhak, Ugi Suprayogi., Penelitian Tindakan dalam Pendidikan Nonformal, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 23
[3]Ibid, h. 24
[4]Ibid,.
[5] Redja Mudyahardjo, Pengantar pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 6
[6]Ibid., h. 7
[7]Ibid., h. 11
[8] Ibid., h. 12
[9]Ibid., h. 3
[10]Ibid., h. 4
[11] Ibid., h. 295
[12]Ibid., h. 296
[13]Ibid., h. 297
[14]Ibid., h. 302
[15] Ibid., h. 303
[16]Ibid., h. 313
[17]Ibid., h. 314
[18]Ibid., h. 315
[19]Ibid., h. 316
[20]Ibid., h. 323
[21]Ibid., h. 324
[22] Mirnawati, Pemikiran Para Ahli Tentang Pendidikan (Pemikiran John Locke, John Dewey, dan Ki Hajar Dewantara. Diakses pada situs (http://senjaplb.blogspot.com/2013/07/pemikiran-para-ahli-tentang-pendidikan.html), 19/11/2014.
[23] Ibid.
[24]Undang-Undang Sisdiknas: Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012),  h. 1-2
[25]Ibid., h. 6
[26] Jumali, Surtikanti, dkk., Landasan Pendidikan,(Surakarta: Muhammadiyah University Press. 2008), h. 63
[27]Ibid., h. 64

No comments:

Post a Comment