JUAL BELI KREDIT
DAN ONLINE
A.
Jual Beli dengan Sistem
Kredit
1.
Deskripsi :
Pak Ahmad
hendak menjual mobilnya, ia menawarkannya kepada pak Budi. “Pak Budi belilah
mobilku ini, kalau cash 100 juta, kalau kredit selama satu tahun 120
juta”. Kemudian pak Budi menjawab “Oke, aku beli dengan kredit 120 juta selama
setahun”.
2.
Tinjauan Hukum Islam :
Jual beli
dengan sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan tidak secara kontan dimana
pembeli sudah menerima barang sebagai obyek jual beli, namun belum membayar
harga, baik keseluruhan maupun sebagian. Pembayaran dilakukan secara angsur
sesai dengan kesepakatan. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli kredit:
عقد
على مبيع حال، بفثمن مؤجل ، يؤدى مفرقاً على أجزاء معلومة ، في أوقات معلومة
“jual
beli dengan barang diserahterimakan terlebih dahulu, sementara pembayaran
dilakukan beberapa waktu kemudian berdasark kespakatan”.
Ulama’ dari
empat madzhab, Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanbaliyah, Zaid bin Ali dan
mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik harga barang yang
menjadi obyek transaksi sama dengan harga cash maupun lebih tinggi. Namun
demikian mereka mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara
penjual dan pembeli bahwa jual beli itu memang dengan sistem kredit.
Ibn Sirin
berpendapat, bila ada orang yang mengatakan “Aku jual barang ini 10 dinar
kontan, dan 15 dinar kredit, maka transaksi semacam ini hukumnya makruh.
Menurut Siufyan al-Tsauri, bila model transaksinya seperti ini, brarti ada
pilihan salah satu, dua model pembayaran. Bila si pembeli menyetujui salah satu
tidak masalah, tidak masalah karena bentuk transaksinya jelas. Berbeda halnya
bila pembeli diam tidak menentukan atau memilih dari dua model pembayaran yang
ditawarkan si penjual, maka berarti akad tidak jelas, dan ada dua akad dalam
satu transaksi dan model akad semacam ini dilarang berdasarkan hadits
Rasulullah:
نهى النّبيّ
صلّى الله عليه واله وسلّم عن بيعتين في بيعة
“Rasulullah
melarang dua pembelian dalam satu pembelian. (diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i,
Tirmidzi dan di shahihkannya).”
Sementara Ibn Hazm
menyatakan model akad sebagaimanadijelaskan di atas adalah mutlak batal atau
tidak sah. Al-Khathabani mengatakan “Apabila harga tidak jelas, maka jual beli
menjadi bathal, sementara apabila si pembeli memilih atau menentukan salah satu
akad dalam majlis akad, maka sah.
B.
Jual beli Online
1.
Deskripai
Pak Ahmad
sedang ingin memiliki tas, kemudian ia memutuska untuk membelinya lewat
internet. Ia lalu membuka salah satu situs jual beli online. Ia memilih tas
yang ia suka dari gambar-gambar yang di pajang di situs tersebut. Setelah
menemukan tas yang ia inginkan, kemudian ia menghubungi pihak yang bersangkutan
dari situs tersebut untuk memesan tas tersebut.
2.
Tinjauan Hukum Islam
Jual beli
melalui media elektronik adalah transaksi jua beli yang dilakukan via teknologi
modern sebagaimana disebutkan keabsahannya tergantung pada terpenuhi atau
tidaknya rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli.
Para Ulama fiqh
mengemukakan bahwa syarat ijab qabul itu sebagai berikut:
1.
Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal
2.
Qabul sesuai ijab
3.
Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majlis
Umumnya,
penawaran dan akad dalam transaksi elektronik dilakukan secara tertuli, dimana
satu barang dipajang di laman internet dengan dilabeli harga tertentu. Kemudian
konsumen yang menghendaki maka mentransfer uang sesuai dengan harga yang
tertera dan ditambah ongkos kirim.
Suatu akad
dilakukan dengan isyarat saja bisa sah, terlebih menggunakan tulisan, gambar
dan ilustrasi yang lebih jelas. Jual beli dapat menggunakan transaksi secara
lisan dan tulisan. Keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama. Hal ini sesuai
dengan kaidah fiqhiyah:
الكتاب كالخطاب
“Tulian
(mempunyai kekuatan hukum) sebagaimana ucapan”
Kalangan
Malikiyah, Hanbaliyah dan sebagian Syafi’iyah berpendapat bahwa tulisan sama
halnya dengan lisan dalam hal sebagai indikasi kesukarelaan, baik saat para
pihak yang melakukan akad hadir maupun tidak. Namun demikian, tidak berlaku
untuk akad nikah.
Al-Dimyati
dalam kitab I’anah al-Thalibin mejelaskan syarat transaksi atau akad ada
delapan, diantaranya adalah lafadz akad dapatdidengar atau inti akad dapat
diterima masing-masing pihak. Al-Syarwani menyatakan bahwa tulisan selama dapat
menyampaikan pesan dan maksud pihak yang melaksanakan akad maka dapat diterima.
Transaksi
elektronik sebagai suatu perbuatan hukum, maka yang menjadi acuan adalah niat
dan tujuan masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Berkaitan
dengan hal ini Ibn al-Qoyyim al-Jauziyah mengatakan “kaidah fiqh dan ushul
fiqh mengakui bahwa yang menjadi acuan utama dalam akad adalah tujuan dan
hakikatnya, bukan bentuk dan laadznya”.
Al-Syatiri juga
menyatakan:
والعبرة العقود
لمعانيها لا لصور الألفاظ
“Acuan dalam akad adalah maknanya, bukan
bentuk dan lafadznya”
Berdasarkan
berbagai pendapat ulama dan penjelasan yang dipaparkan di atas, maka transaksi
jual beli yang dilakukan via online hukumnya sah. Namun demikian, transaksi
tersebut dikategorikan sebagai transakasi kinayah yang keabsahannya dan kekuatan
hukumnya sama dengan transaksi yang dilakukan secara langsung.