Thursday 7 April 2016

Jujur hancur, Nyontek Mujur



Jujur Hancur, Nyontek Manjur
Jenis artikel: Deskriptif
Ditujukan untuk semua kalangan
Lembaga: STAIN Kudus
Oleh:
F2-PAI
Putri Umaiya                           1310110197
Dofi Fatmalasari                     1310110199
Nila Khilyatun Nafis               1310110204
Rika Aprilia                             1310110206
Intan siska Santoso                 1310110215
A’thi Rizqiyani Mahbubah     1310110218
Naufa Rikza El Hakim            1310110226
Thu’adi                                    1310110234
Bagi pelajar, khususnya yang kelas 3 SMP/MTs maupun SMA/MA sederajat, UN merupakan momok yang sangatlah menakutkan. Yang sangat mereka takutkan ialah apabila mereka tidak lulus, mereka akan menanggung malu atas ketidaklulusannya. Apalagi Ujian Nasional yang sekarang semakin lebih diperketat dan dipersulit untuk meminimalisir adanya kebocoron.
Namun faktanya semakin diperketatnya Ujian Nasional maka semakin membuat siswa untuk berbuat tidak jujur, yaitu mencontek. Dengan lebih ketatnya UN, membuat siswa semakin berusaha untuk mencari bocoran di mana saja, dan dengan cara apa saja. Bagi mereka jika Jujur ya hancur (tidak lulus), dan jika nyontek maka mujur. Ya mungkin itu dikarenakan kurang percaya dirinya si siswa dengan kemampuan yang ia miliki. Padahal jauh-jauh hari sebelum UN, siswa-siswa yang akan menghadapi UN sudah di berikan pelajaran tambahan untuk mereka agar dapat mengerjakan ujian dengan mudah, dan agar nantinya bisa lulus 100%.
Realitanya beberapa kasus menunjukkan mirisnya Ujian Nasional di beberapa daerah. Seperti yang di kutip dari:
penatangerang, Kamis , April 7 2016.
Hari pertama Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/SMK sederajat secara serentak, di Kabupaten Tangerang, diwarnai aksi curang para peserta ujian tersebut. Dimana para peserta yang mengerjakan soal ujian terlibat percakapan sambil bertukar jawaban. Ironisnya, aksi para pelajar ini diketahui para pengawas ruangan. Namun, hal tersebut seakan dibiarkan dan tidak ditindak baik berupa teguran atau sanksi lainnya dari pengawas tersebut.
Hal memalukan ini terjadi di SMAN 18 Tigaraksa, aksi contek mencontek dan tukar jawaban antara peserta ujian seakan mendapat restu dari pengawas. Mereka, hanya diam dan seakan tidak tahu akan insiden yang dapat merusak moral para peserta UN yang tengah melakukannya.
Padahal, setiap ruangan UN sudah diawasi oleh dua tenaga pengawas dari sekolah lain dan sejumlah guru sekolah tersebut. Tidak hanya itu, beberapa petugas dari Dinas Pendidikan (Dindik) setempat pun turut mengawasi.
Heri Supriatna, Kepala Sekolah SMAN 18 Tigaraksa mengatakan, dirinya membantah akan adanya insiden memalukan itu. Ucap Supriatna, dirinya pun menjelaskan, tindak mungkin ada tindakkan saling tanya jawab itu, setiap kelas yang digunakan untuk UN diawasi oleh para pengawas dari berbagai sekolah. Selain itu, para peserta hanya membawa alat tulis kedalam ruangan, dan soal ujiannya pun berbeda.
Dan bahkan ada juga kasus yang menunjukkan adanya jual beli bocoran soal UN, seperti yang dikutip dari:
Okezone. Com, Minggu, 3 April 2016. SUMSEL-Menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2016 tingkat SMA, sejumlah pelajar dihebohkan dengan wacana adanya bocoran soal UN 2016 beserta kunci jawabannya. Paket bocoran soal dan kunci jawaban UN tersebut dapat ditebus dengan uang Rp1 juta hingga Rp3 juta. Menurut pengakuan A (17) salah seorang pelajar SMA di Banyuasin, dia mendapat tawaran soal dan kunci jawaban UN dari kenalannya di media sosial. Satu paket soal ujian nasional 2016 dibanderol seharga Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Harga bervariasi, tergantung jenis dan kelengkapan soal.
"Kalau soalnya saja tanpa kunci jawaban, bisa dikasih Rp 1 juta. Jika komplet dengan kunci jawaban, bisa sampai Rp 3 juta. Memang lumayan mahal, tetapi bila dibeli patungan, tidak terlalu," jelasnya.
A mengimbuhkan, paket bocoran soal dan kunci jawaban UN 2016 itu baru akan diberikan sehari menjelang pelaksanaan UN. Paket diberikan mencicil, sesuai mata pelajaran yang diujikan per harinya. “Soalnya dikirim via e-mail, baik yang sistem CAT atau LJK,” ungkapnya.
Menurut sejumlah pelajar yang telah lulus, lanjut A, bocoran soal UN 2016 tersebut memang ada dan mayoritas sama persis. “Tapi saya masih ragu, lihat teman-teman dulu bagaimana,” katanya.
Menurut analisis kami, para peserta ujian nasional di SMA/SMK belum siap menghadapi ujian nasional, hal ini terbukti dari pantauan PenaTangerang.com yang melihat berbagai kecurangan saat berjalannya UN mulai dari bekerja sama, berbagi jawaban, dan membawa telepon seluler. Hal ini diperburuk dengan sistem pengawas UN yang tidak bekerja untuk mengawasi, akan tetapi justru membiarkan begitu saja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yang terjadi saat ini belum berjalan maksimal, nilai kejujuran yang diharapkan tertanam pada jiwa peserta didik belum bisa terealisasi secara maksimal. Dalam hal ini semua komponen tetap perlu bekerja sama satu sama lain, karena jika satu saja komponen lengah maka usaha yang dibangun tidak bisa secara maksimal. Komponen yang terlibat antara lain orang tua, pendidik, peserta didik, masyarakat, lembaga sekolah dan bimbingan belajar, pengawas, serta pendistribusian soal UN.
Kecurangan menjadi hal yang telah dianggap wajar dan menyeluruh dalan setiap pelaksanaan UN. Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta yang terjadi dilapangan. Pengawas yang dibagi secara acak dari berbagai pendidik yang ada di lembaga-lembaga sekolah seolah turut mendukung tindak kecurangan tersebut. Alasan utamanya selain unsur kasihan kepada peserta, juga dimungkinkan adanya kerjasama dengan lembaga. Bagaimana tidak, mana ada lembaga yang ingin peserta didiknya tidak lulus, kelulusan 100% tentunya yang diharapkan karena dengan kelulusan yang dianggap sempurna, diartikan pendidikan di lembaga tersebut berhasil, sudah dapat dipastikan lembaga itu menjadi lembaga favorit dan terpercaya menurut anggapan warga masyarakat.
Melihat realita kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan UN, jual-beli kunci jawaban merupakan hal yang sangat memprihatinkan, selain nilai kejujuran yang hilang dari peserta didik, ketidaksiapan menghadapi UN dengan kecurangan seperti ini juga memperlihatkan kegagalan pendidik dalam mempersiapkan peserta didiknya menghadapi UN. Hal ini sama saja dengan bentuk pembuktian peserta didik bahwa kegagalan pendidik dalam mempersiapkan UN selama tiga tahun ditukar dengan satu lembar bocoran kunci jawaban bernilai jutaan rupiah.
Dengan adanya beberapa bukti dari realitas di atas menunjukkan bahwa kualitas Ujian Nasional sangatlah rendah dibuktikan dari pihak pembuat soal, pengawas, pihak sekolah, siswa dan semua pihak yang terkait. Pendidikan karakter yang seharusnya diterapkan oleh setiap sekolah, nyatanya masih belum bisa diterapkan kepada setiap individu. Hal itu bagaikan sebuah sistem yang amburadul dan memprihatinkan.
Jika dikaitkan dengan pendidikan agama, hal itu sangat mencoreng nilai-nilai yang ditanamkan oleh agama pada diri siswa. Guru yang seharusnya menanamkan nilai-nilai moral, khususnya kejujuran pada siswa-siswanya, justru malah mengajarakan kecurangan pada praktik Ujian Nasional. Ditambah lagi kecurangan tersebut ditutupi pihak kepala sekolah dengan kebohongan baru untuk menutupi kecurangan siswanya. Demikiankah hal yang seharusnya diajarkan di sebuah lembaga pendidikan? Apakah pendidikan sekarang yang diharapkan masih sebuah nilai sebagai tolak ukur? Pendidikan sejatiya dirumuskan untuk mengarahkan seseorang menjadi lebih baik dalam segala hal. Nilai hanyalah simbol karena yang menjadi tolak ukur adalah moral yang bisa ditanamkan pada diri peserta didik.
Maka, dalam pelaksanaan Ujian nasional hendaknya pihak terkait terlebih dahulu menanamkan mindset bahwa UN bukanlah hal yang menakutkan, bersikap seperti biasa dan dibawa suasana yang santai, karena kalau perasaan menegangkan tidak akan bisa focus saat mengerjakan soal, selain itu kejujuran juga sangat diperlukan. Kecurangan dalam ujian nasional sebenarnya tidak akan pernah terjadi jika semua pihak punya sifat jujur. Baik itu, siswa, pihak sekolah, pengawas, maupun penyelenggara ujian. Karenanya, sangat penting untuk menanamkan rasa berani jujur itu.
Sebelum hari ujian, seharusnya semua peserta ujian harus mendapatkan bekal yang cukup untuk persiapan ujian. Dengan demikian, saat hari ujian tiba, mereka sudah siap dan tidak perlu lagi mencari kunci jawaban ke calo atau yang lainnya.

No comments:

Post a Comment